, ,

Putusan MK, Membuat Kinerja KPPU Leluasa

Surabaya, areknews – Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menerbitkan putusan pengujian sejumlah pasal dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Larangan Praktik Monopoli Usaha). Khususnya, terkait aturan tindakan penyelidikan dan pengawasan yang dilakukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dinyatakan bukan tindakan projustisia, seperti hal aparat penegak hukum.

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Sukarmi mengapresiasi putusan MK tersebut. “Putusan MK tidak merubah kewenangan KPPU, justru putusan MK tersebut mempertegas kewenangan KPPU dalam penyelidikan bukanlah tindakan pro justicia. Begitu pula dengan penafsiran frasa “pihak lain” semakin diperjelas,” ujarnya, dalam media gathering yang dilaksanakan di KPPU KPD Surabaya, Jumat (24/11).

Dalam putusan MK No register 85/PUU-XIV/2016 itu, frasa “penyelidikan” sebagaimana dalam Pasal 36 huruf c, d, h, dan i serta Pasal 41 ayat (1) dan (2) UU Larangan Praktik Monopoli Usaha bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan “pengumpulan alat bukti sebagai bahan pemeriksaan” (bukan sebagai tindakan projustisia).

Begitu pula dengan frasa ‘pihak lain’ dalam Pasal 22, 23 dan 24 UU Larangan Praktik Monopoli Usaha bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai selain “dan/atau pihak yang terkait dengan pelaku usaha lain.”

“Pihak lain yang dimaksud ialah tidak hanya sesama pelaku usaha. Bisa jadi, persekongkolan itu terjadi mulai dari proses perencanaan dan tidak berhenti pada pihak-pihak lain. Oleh karena itu, MK mempertegas, muncullah frasa baru siapa saja yang terkait dengan pelaku usaha. Itu memperluas makna pihak lain,” jelasnya.

Kinerja KPPU Lebih Leluasa

Sukarmi menilai putusan MK tersebut sudah tepat. Sebab, KPPU dalam menjalankan kewenangan penyelidikan bukan dalam kapasitasnya sebagai tindakan projustisia. Sebaliknya, penyelidikan yang dilakukan oleh KPPU adalah penyelidikan yang sifatnya administratif. Namun, apabila terdapat unsur pidana, KPPU dapat menyerahkan ke pihak kepolisian untuk dilakukan penyelidikan dalam upaya penegakan hukum pidana.

“Proses penyelidikan administratif sanksinya juga administratif. Yang ditekankan oleh MK ialah kehati-hatian KPPU dalam melakukan penyelidikan. Itu jelas karena kami punya kodet etik dan SOP (standar operasional prosedur),” tegasnya.

Kepala
Kepala KPPU KPD Surabaya Aru Armando.

Sementara itu, Kepala KPPU KPD Surabaya, Aru Armando mengatakan, sejak putusan MK, tidak ada sesuatu yang berubah atau mengejutkan terjadap tugas dan kewenangan KPPU. “MK hanya menegaskan, bahwa sifat penyelidikan administratif dalam konteks mencari alat bukti,” katanya.

Selama ini, KPPU dalam menangani laporan masyarakat atau inisiatif sendiri selalu berpegang teguh pada prinsip kehati-hatian. Menurutnya, penyelidikan yang dilakukan KPPU baik dari inisiatif KPPU atau laporan masyarakat, jika terindikasi persekongkolan dalam proses tender, maka akan dilakukan penyelidikan dengan minimal mengantongi 2 alat bukti.

“Justru dengan keputusan MK itu, KPPU lebih leluasa. Tapi kami juga lebih hati-hati jika menangani perkara, harus disertai bukti yang kuat. Karena, karakter lelang di Indonesia tidak berhenti pada proses persekongkolan horizontal, tapi juga vertical karena banyak pihak-pihak yang ikut campur di luar sana. Misalnya tender e-KTP,” pungkasnya.xco