Surabaya, areknews – Ketua Pansus Raperda Hunian Layak DPRD Surabaya, Muhammad Saifuddin, menyayangkan langkah Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP) Kota Surabaya yang mengeluarkan surat edaran terkait survei calon penghuni program rumah susun milik (rusunami).
Menurut Saifuddin, surat keluar 16 September 2025 itu terkesan tergesa-gesa dan tidak melibatkan pansus yang saat ini masih membahas Raperda Hunian Layak.
“Ya, jadi pertama terkait surat permohonan pemberitahuan survei yang ditujukan kepada lurah yang beredar pada tanggal 16 September ini. Saya sebagai Ketua Pansus bersama teman-teman tidak pernah diberitahu terkait redaksi atau surat yang kemudian disebarkan kepada masyarakat, khususnya permohonan kepada lurah,” kata Saifuddin.
Ia menegaskan, sampai saat ini Pansus Hunian Layak masih membahas kriteria penghuni rusunami.
Raperda ini, kata Saifuddin, penggodokannya baru mencapai 80 persen.
“Kami di pansus tidak pernah diajak ngomong, tidak pernah diajak ngobrol terkait persoalan ini. Itu yang pertama,” katanya.
Lebih lanjut, Saifuddin menyoroti poin dalam surat edaran yang mencantumkan syarat penghasilan Rp8 juta bagi lajang dan Rp10 juta bagi yang sudah berkeluarga.
Menurutnya, hal itu tidak masuk akal jika dibandingkan dengan upah minimum di Surabaya.
“Sedangkan UMR itu hanya di kisaran 4 juta. Tetapi warga yang mau menghuni rusunami itu dipaksa punya penghasilan 8 juta kalau bujang, 10 juta kalau berkeluarga. Ini logika yang dibangun dari mana? Pemerintah mau membantu rakyat atau mencekik rakyat?” tegasnya.
Selain itu, Saifuddin juga menilai isi surat edaran tersebut belum jelas dan tidak komprehensif, khususnya soal syarat detail, besaran uang muka, hingga skema cicilan.
“Angsuran 2,1 juta itu sudah kita perdebatkan di dalam rapat pansus. Kami minta maksimal 1,4 juta, bahkan kalau bisa 1,1 juta dengan tenor 15 sampai 25 tahun,” jelasnya.
Ia menambahkan, pansus masih terus mendiskusikan skema pembiayaan yang realistis bagi masyarakat.
Maka dari itu, keberadaan surat edaran DPRKPP dinilainya prematur dan berpotensi menimbulkan polemik di lapangan.
“Sehingga kemudian tiba-tiba muncul surat edaran ini, yang tidak ada koordinasi dengan kami sebagai pansus yang membahas rumah hunian layak. Itu yang harus digarisbawahi,” demikian Muhammad Saifuddin.xco