8 Tokoh & Cendekiawan Gelar Deklarasi Tolak RUU Pertembakauan

Jombang, areknews – Desakan penolakan terhadap Rancangan Undang- Undang pertembakauan terus menguat. Sejumlah tokoh & cendekiawan menandatangani deklarasi bersama tolak RUU pertembakauan, Kamis (24/11) di pondok pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur.

Pimpinan Ponpes Tebuireng H. Salahuddin Wahid atau yang akrab disapa Gus Sholah menilai, negara harus tegas untuk membuat peraturan pengendalian tembakau dan bukan sebaliknya justru memberi akses seluas luasnya kepada industri untuk melanggengkan bisnisnya, termasuk dalam pembuatan kebijakan.

“RUU ini sebenarnya tidak perlu dibahas, karena sudah banyak peraturan dan perundang – undangan yang mengatur tentang pertembakauan,” ujarnya.

Sebagian pasal dan ayat di dalam RUU Pertembakauan sudah ada di dalam UU lainnya. Sedangkan sebagian lainnya bertentangan dengan peraturan peraturan atau undang – undang yang berlaku serta prioritas kebijakan dari pemerintah saat ini.

Mulai dari prosedural pengajuan yang cacat hukum, tumpang tindih aturan hukum. Serta ketidakberpihakan arah undang undang yang diajukan hanya menguntungkan segelintir pihak pengusaha saja.

“Penerimaan negara dari cukai rokok juga tidak sebanding dengan kerugian negara akibat yang ditimbulkan dari asap rokok,” pungkasnya.

Senada, Guru Besar Antropologi Hukum Fakultas Hukum Universitas islam Indonesia (UII) Prof. Dr. Djawahir Tantowi menyebut, RUU Pertembakauan yang diusulkan pihak industri, tidak diperlukan. Keberadaan industri tembakau, kata Tantowi tidak berperan penting dalam perekonomian nasional.

Daerah – daerah penghasil tembakau dan sentra produksi rokok ini sangat kecil presentasenya di Indonesia, hanya Jateng, Jatim dan NTB. “DPR tutup mata dan telinga, terus mendorong disahkannya RUU ini,” ungkapnya.

Menurutnya, ancaman utama ada pada masyarakat yang dimanipulasi kesadaran tentang amannya industri rokok. Juga melalui RUU inilah perusahaan rokok lebih leluasa dalam berinvestasi sekaligus memasarkan produk.

Sementara itu, Budayawan D. Zawawi Imron mengatakan, DPR adalah wakil rakyat bukan wakil industri. Kalau mereka tahu yang terbaik untuk seluruh rakyat indonesia dalam jangka panjang, mereka harus drop RUU Pertembakauan.

“Mendesakan RUU Pertembakauan untuk disahkan sebagai inisiatif DPR ini sarat dengan kepentingan industri,” pungkasnya.xco