,

Larangan Parkir Tepi Jalan Masuk Pembahasan Pansus PLLAJ

Surabaya, areknews – Prihatin banyaknya warga Surabaya yang parkir mobil di tepi jalan mendapat perhatian serius oleh pansus raperda penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan, yang sedang dibahas di Komisi C DPRD Surabaya. Ketua Pansus Vinsensius Awey mengaku, pansus saat ini sedang dalam proses pembahasan kajian yang ada. Dalam raperda tidak hanya akan mengatur kelas jalan dan klasifikasinya namun akan mempertegas aturan parkir di tepi jalan.

Termasuk di kawasan pemukiman, klasifikasi jalan lingkungan akan diatur lagi dengan berbagai kajian yang ada. Awey mencontohkan jika nantinya akan diatur, parkir tepi jalan lingkungan diperbolehkan apabila luas jalan memiliki lebar minimal delapan meter. Namun, saat ini memang belum ditentukan ukuran tegas tersebut.

“Terkait parkir ini bukanlah pembahasan popular nantinya bisa saja terjadi pro dan kontra ditengah masyarakat terkait rencana ketentuan itu. Kami masih bahas hal ini,” ujarnya. Selain itu, soal maraknya investasi di Kota Surabaya berimbas pada persoalan sosial yang kompleks. Diantaranya soal kepadatan penduduk dan kemacetan lalu lintas.

Menurut dia, sebagai kota perdagangan dan bisnis, Pemkot Surabaya sudah harus memiliki kajian yang visioner. Artinya mempertimbangkan dampaknya di masa depan. “Jangan menganut konsepnya pedagang, yang penting laku dan dapat untung, perkara konsumen ngantri, tidak dapat lahan parkir kendaraan atau berimbas kemacetan dijalan, itu perkara lain, ini tidak visioner,” kritiknya.

Politisi partai Nasdem ini berpendapat jika beberapa SKPD Pemkot Surabaya yang berkaitan dengan perijinan bangunan, masih berkutat kepada soal tumbuhnya investasi. “Padahal, Kota Surabaya ini sudah masuk dalam tahap penataan. Jadi jangan asal keluarkan ijin, terutama soal Amdal dan IMB. Karena jika tidak, maka dampak sosialnya tidak akan bisa dihindari,” tandasnya.

Dia juga mengatakan, bahwa Kota Surabaya sudah waktunya membuat aturan baku soal bangunan apartemen dan sejenisnya, agar berada di lokasi-lokasi yang dekat dengan pusat-pusat perbelanjaan dan perkantoran.

“Penghuninya akan cukup berjalan kaki jika ingin berbelanja atau pergi ke beberapa perkantoran, dengan demikian trotoar (pedestrian) yang sudah bagus itu berfungsi maksimal, maka stop dulu perijinan untuk high rise building, bila perlu berlakukan moratorium sementara,” tandasnya.

Tidak hanya itu, menurut Awey, Kota Surabaya yang 60 persen areanya adalah perkampungan dengan jalan yang sempit. Maka regulasinya tidak hanya mengatur soal jalur-jalur arteri dan protokol. Tetapi juga untuk perkampungan.

“Mimiliki kendaraan pribadi sudah menjadi style bagi semua orang karena dijadikan simbol kesuksesan, termasuk warga yang berada di perkampungan, sementara akses jalannya tidak memadai, karena mayoritas sempit,” tuturnya

Lanjut Awey, dampaknya, berderet mobil pribadi yang akhirnya terpaksa parkir di jalan umum yang merupakan akses milik publik. “Ini kan mengganggu, harusnya ini bisa dicegah sejak dini dengan cara membuat regulasi baru,” pungkasnya.xco