Surabaya, areknews – Maraknya peredaran minuman keras racikan atau oplosan di wilayah Kota Surabaya, mendapat perhatian Komisi B DPRD Surabaya dan mendesak pemkot agar segera mengundangkan Perda Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pelarangan Minuman Beralkohol.
“Target kami jelas yakni sapu bersih, Kota Surabaya harus terbebas dari minuman oplosan itu, jika tidak ingin banyak korban lagi di masa mendatang,” ujar Edi Rachmat, Sekretaris Ketua Komisi B sekaligus mantan Ketua Pansus mihol DPRD Surabaya, Selasa (24/4).
Menurut Edi, aparat penegak Perda (Satpol-PP) Kota Surabaya akan bisa melakukan tindakan tegas manakala Perda Nomor 6 Tahun 2016 telah di undangkan, karena didalamnya memuat soal pelarangan memproduksi, mengkonsumsi dan menjual semua jenis minuman racikan (oplosan).
“Siapapun yang meracik minuman berlakohol (oplosan), menkonsumsi apalagi menjual itu dilarang di Perda Nomor 6 Tahun 2016, sehingga Satpol PP bisa bertindak dan sanksinya akan diatur oleh perwali,” tandasnya. Sampai saat ini, Satpol PP hanya bisa bertindak terkait ijin dan IMB, karena masih mengacu kepada Perda No 1 Tahun 2010 yang hanya mengatur soal ijin-ijin usaha saja.
Komisi B Sepakat Perda Segera Diundangkan
“Makanya kami Komisi B DPRD Surabaya mendesak Pemkot segera mengesahkan perda terbaru itu, agar bisa melakukan penidakan, karena selama ini mereka beralasan belum ada cantolan Perdanya,” tambahnya.
Politisi asal partai Hanura ini menerangkan, bahwa Perda Nomor 6 Tahun 2016 telah di gedog (paripurna) tanggsl 10 mei 2016, sementara surat Gubernur itu baru turun bulan 7 tahun 2016, yang ternyata isinya adalah hasil kajian.
“Sehingga tidak bisa mengintervensi produk hukum daerah, ini sesuai Permendagri no 80 tahun 2015. Demikian juga dengan surat dari Walikota yang ternyata tertanggal 9 agustus 2016, itupun saya memang baru terima saat ini, mandeknya dimana saya tidak tau, karena saya bukan anggota Banmus,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Surabaya Mazlan Mansyur menilai, yang bisa membatalkan perda hanya Mahkamah Agung, termasuk Kemendagri juga tidak bisa. Kewenangan Gubernur untuk merevisi atau mengintervensi itu berlaku saat Raperda ini belum di paripurnakan
“Maka saya menganggap bahwa surat Gubernur itu bertentangan dengan Permendagri itu. Kini tidak alasan lagi Pemkot untuk tidak mengundangkan, makanya tadi saya minta kepada Dinas terkait berkoordinasi termasuk dengan Walikota,” pungkasnya.xco