Surabaya, areknews – Puluhan seniman yang biasa menggelar pertunjukan di Taman Hiburan Rakyat (THR) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Surabaya, Jumat (17/5). Mereka memprotes sikap Pemkot Surabaya yang menutup THR dan mengambil semua peralatan manggung yang biasa digunakan.
Ketua Komunitas Seniman Tradisi THR, Titik Subiyakti, mengatakan semua peralatan manggung, gamelan, sound, dan lampu panggung, ditarik Pemkot Surabaya. “Sarana vital ini diambil dan Gedung Pringgondani THR digembok Pemkot Surabaya,” kata Titik yang datang dengan mengenakan kostum tokoh Nyi Roro Kidul.
Dengan suara trenyuh dan menangis, dia menceritakan detik-detik ruang pentas mereka digembok. Para seniman menyebut yang menggembok adalah orang Dinas Kebudayan dan Pariwisata Surabaya.
“Saat kami mau tampil pada Jumat malam, tahu-tahu gedung Pringgondani digembok. Gamelan diangkut Kamis lalu 9 Mei. Selama ini seniman rutin latihan dan Jumat malam tampil. Disaksikan penonton atau tidak,” urai Titik.
Selain Titik yang tampil bak Nyi Roro Kidul, banyak lagi tokoh seniman THR yang tampil sebagai tokoh Gatot Kaca, tokoh punakawan mulai Petruk, Gareng, Semar, hingga tokoh Hanoman. Mereka bergantian meneriakkan aspirasi mereka untuk mengembalikan THR sebagai tempat latihan rutin dan tampil.
Hampir semua pelaku seni di THR mendatangi gedung dewan memrotes kebijakan Pemkot termasuk anak-anak usia SD yang memainkan tari remo.
Sekertaris Seniman Ludruk Irama Budaya Sinar Nusantara mengatakan, pihaknya merasa diperlakukan tidak wajar dengan mengambil gamelan. Gamelan itu sudah puluhan tahun di THR. “Alasan Pemkot mau dilaras,” kata Maimura.
Selain menggelar orasi dan membeber spanduk bernada kecaman, para seniman juga menggelar ritual dan menggotong keranda mayat bertuliskan Seni Tradisional sebagai lambang kematian seni ini. Maklum THR selama ini telah melegenda sebagia tempat pertunjukan mulai ludruk, ketoprak, hingga wayang orang.
Sementara Ketua DPRD Surabaya, Ir Armuji yang menerima para seniman tradisional Surabaya mengatakan, langkah pemkot dengan manutup gedung dan mengambil gamelan sebagai sarana pertunjukan merupakan sikap terburu – buru. Selama ini, kata dia, pemkot kerap melakukan pencitraan.
“Mereka kan tidak tau berkesenian seperti apa, bagaimana susahnya membina. Mereka bertahan hidup, dan mau berkreasi ketoprak, ludruk maupun wayang, inikan susah,” tegas Armuji.
Menurut Armuji, hal itu tidak bakal dipahami Pemkot Surabaya. Sebab, Orang-orang dinas itu pahamnya cuma hitam diatas putih. ”Cuma cari pencitraan seperti itu. Nanti akan kita telusuri atas perintah siapa, awalanya siapa yang memerintahkan. Pada saat hearing nanti mereka harus berani mengemukakan,” katanya.
Menurut dia, saat ini THR bukan ikon tapi ijon. “Itu akan di ijonkan ke siapa THR ini?, ke pengusaha mana, mau dipakai apa lahan di belakang itu. Itukan harus jelas, makanya Bappeko harus menjelaskan,” katanya.xco