Surabaya, areknews – Rudy Marudut aktivis 98 ‘turun gunung’. Tokoh pergerakan ini kala itu dengan militansinya mampu mewujudkan Indonesia baru, yakni lahirnya era reformasi. Apakah perjuangannya berhenti?, belum!
Sosok ini masih terus berjuang untuk kepentingan masyarakat. Keberpihakannya kepada publik kota Surabaya begitu kuat. Menurutnya apa yang dilakukan hal yang biasa. “Saya kira apa yang saya lakukan hal biasa. Sebagai putra daerah, arek Suroboyo saya harus berbuat sesuatu untuk warga kota daerah saya,” ujar Rudy M, saat diskusi kecil dengan awak media, Sabtu malam ( 3/8).
Oleh sebab itu ia konsisten turun kemasyarakat peduli terhadap berbagai permasalahan yang terjadi dan sekaligus membantu menyelesaikan demi memperjuangkan nasib dan hak masyarakat.
Secara kebetulan salah satu Aktivis ’98 yang ditemukan media ini adalah Arek kelahiran Suroboyo asli yang lahir dan besar di Kota Surabaya ini 47 tahun yang lalu yang dikenal dengan panggilan Cak Rudy demikian pria 47 tahun bernama Rudy Marudut P, S.Kom lekat disapa, juga concern terhadap dunia pendidikan.
Dimana 2003 -2004 era Presiden Megawati Cak Rudy ikut sukseskan program pendidikan nasional membantu Anak Usia Sekolah Keluarga Miskin (AUS-KM) dengan Program Bersama. “Bantuan Sejuta Buku Tulis” bermuatan berbagai pesan moral yang positif bagi generasi bangsa ini .
Program ini dikomandoi Cak Rudy yang kala itu sebagai Ketua Koordinator Nasional yang beraudiensi langsung dengan para menteri dari berbagai departemen dan kementrian saat itu, yang lebih luar biasanya Cak Rudy berhasil mengsinergikan berbagai unsur masyarakat untuk bersama peduli nasib anak bangsa melalui satu program bersama .
“Dengan program bersama tersebut diharapkan hasilnya maksimal dibandingkan program yang parsial dan terpecah-pecah,” lanjut Cak Rudy, sembari menambahkan bahwa dirinya saat itu juga berhasil mengsinergikan kepedulian Pemerintah, Ormas, LSM, Pers, Unicef dan Unesco yang didukung berbagai stake holder besar.
Kemauannya untuk terjun langsung kemasyarakat agar memperoleh pemahaman kondisi secara konkret dan kemampuannya melihat berbagai permasalahan dimasyarakat dengan merasakan langsung, semakin membentuk dirinya menjadi sosok yang tidak suka basa-basi dan teori maupun retorika, aksi tindaknya implementasi dengan konsep riil itu jauh lebih penting dan dibutuhkan masyarakat.
Yang menjadi menarik adalah, biarpun Cak Rudy seorang Jurnalis, namun dia dapat selalu lolos dari sorotan kamera maupun tulisan-tulisan rekan Jurnalisnya yang hendak mencari berita tentang berbagai Aksi Sosial Kemasyarakatan agar dapat menjadi motivasi maupun inspirasi positif bagi khalayak ramai (publik). Namun demikian sepandai-pandainya Cak Rudy lolos dari kejaran liputan dilapangan, pada saat acara seremonial dilaksanakan, mau tidak mau, dia akhirnya terekam oleh rekan-rekan Jurnalinya sendiri.
Dibalik kesuksesannya mempimpin Program Nasional Sosial Pendidikan saat di Jakarta, ada kerinduan besar didalam benaknya untuk kembali ke kota kelahirannya, tentang makanan, rasa nyaman dan suasana Surabaya yang sangat akrab baginya sejak kecil dengan sejuta kenangan serta ingin lebih concern di kota kelahirannya Surabaya.
Akhirnya di bulan Mei 2004 Cak Rudy memutuskan kembali ke Surabaya dan menjalankan Program Nasional tersebut dari Surabaya bukan Jakarta, Jawa Timur menjadi fokusnya terkhusus membantu anak-anak yang membutuhkan bantuan di Kota Surabaya tanah kelahirannya, dimana pada saat itu Drs. Sahudi menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya yang berkantor di Jl. Jagir Wonokromo, karena Cak Rudy berhasil meyakinkan berbagai Stake Holder di Surabaya untuk bersama peduli akan nasib anak bangsa, sehingga cukup banyak anak-anak Surabaya yang membutuhkan merasa sangat terbantu, terlebih yang terletak di daerah pinggiran Kota Surabaya seperti Sekolah-sekolah SD di Balas Klumprik, Pondok Pesantren dlsb.
Sebelum ke Jakarta, ternyata Cak Rudy telah menjalin asmara dengan sekretaris Alisyahbana (alm) yang waktu itu sebagai Kepala Dinas Pariwisata Kota Surabaya, sekembalinya dari Jakarta, Cak Rudy akhirnya menikahi Ning asli kelahiran Surabaya juga yaitu Distyani Dwi Astutik, SH pada tanggal 10 Juli 2004 di Cagar Budaya Gedung Balai Pemuda yang tentunya dihadiri beberapa pejabat penting diantaranya Alisyahbana (Alm) beserta Ibu.xco