, ,

Eksepsi Diterima Majelis Hakim, Aset Jalan Kalasan 16 Sah Milik PT. KAI Daop 8

Surabaya, areknews – Berkali-kali digugat, kepemilikan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 8 atas aset di Jalan Kalasan nomor 16 Surabaya tidak bisa diganggu gugat. Hal ini menyusul eksepsi Hardian Ichwansah Putra S.H. M.Kn. sebagai kuasa hukum KAI diterima oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Kamis (11/6).

“Eksepsi kami (KAI Daop 8 Surabaya) diterima oleh majelis hakim, dan gugatan penggugat tidak dapat diterima,” kata Hardian Ichwansah Putra ditemui di kantornya Jalan Gayungsari Timur Komplek Museum NU, Selasa (16/6).

Dengan diterimanya eksepsi ini, Hardian Ichwansah Putra berharap pihak penggugat, yakni Djumala Wisaka menghormati keputusan hakim. Seandainya KAI Daop 8 membutuhkan asetnya yang sekarang ditempati oleh penggugat untuk dikosongkan, penggugat bisa legowo, tidak perlu mengajukan perlawanan maupun gugatan lagi ke pengadilan.

“Jadi sebenarnya status aset rumah dinas sudah klir dari sisi korporasi, administratif, maupun historis, bahwa aset di Jalan Kalasan nomor 16 milik PT KAI Daop 8 Surabaya, bukan milik Djumala Wisaka dan keluarganya,” tegasnya.

Alasan majelis hakim menerima eksepsi tergugat karena ne bis in idem. Dimana dalam hal ini, pekara yang sama tidak bisa diajukan gugatan kembali. “Unsur dari nebis in idem yaitu gugatan sama, penggugatnya sama, walaupun sebelumnya yang gugat itu atas nama berbeda, tapi dimata hukum merupakan subjek yang sama, tujuannya sama memperkarakan rumah di Jalan Kalasan 16,” ungkapnya.

Gugatan yang ditangani oleh pengacara dari Surya Ning Taji Law Firm ini merupakan gugatan yang ketiga kalinya. Gugatan pertama tahun 2014 dimenangkan oleh PT KAI dengan amar putusan menolak gugatan penggugat. Pada 2017 mengajukan gugatan kembali, dan hasilnya gugatan penggugat tidak dapat diterima.

“Untuk gugatan yang kedua ini sampai banding, tapi putusannya menguatkan putusan di pengadilan tingkat pertama yang dimenangkan oleh PT. KAI,” ungkapnya.

Untuk gugatan ketiga, Hardian mendatangkan saksi ahli keuangan dari Unair Surabaya, Dr. Gigih Prihantono. Dari keterangan ahli, dari segi administrasi inventarisasi aset sudah jelas bahwa aset di Jalan Kalasan 16 miliki KAI Daop 8, sehingga dari sisi korporasi, administratif, maupun historis, bahwa aset di Jalan Kalasan nomer 16 milik PT KAI Daop 8 Surabaya, bukan milik Djumala Wisaka dan keluarganya, demikian pula dengan status kedudukan rumah dinas PT. KAI pada umumnya. Adapun informasi lain yg bertentangan dengan hal tersebut diduga merupakan sebuah informasi yang tidak dapat dipastikan kevalidannya.

Diketahui, penggugat tercatat sebagai penghuni rumah dinas (rumdis) Kereta Api Indonesia di Jalan Kalasan nomer 16. Mereka menghuni rumah itu karena orang tuanya, yakni Sokarno dulunya merupakan pegawai KAI.

“Pak Sokarno sudah pensiun dan sudah meninggal. Harusnya rumah itu peruntukannya untuk pegawai karena rumah dinas. Tapi setelah Pak Sokarno pensiun dan meninggal, anak dan cucunya masih menghuni disitu,” ujarnya.

Hardian menjelaskan, secara aturan, penempatan rumah dinas itu berdasarakan surat penempatan rumah (SPR). Di dalam SPR diterangkan, dua bulan setelah pegawai pensiun, rumdis sudah mulai dikosongkan. Sayangnya, keluarga Sokarno tidak mau mengosongkan rumahnya.

“Jadi posisi sekarang yang menempati rumah Jalan Kalasan 16 anak cucunya. Padahal SPR itu tidak bisa diwariskan, masa kerjanya habis, rumdis ya habis. Pihak KAI menghendaki pengosongan, penghuni harus menghormati itu, tapi hingga detik ini mereka tidak mau, malah mengajukan gugatan ke pengadilan,” jelasnya.

Djumala Wisaka sebagai penggugat bukan merupakan pegawai KAI, anak cucu dari Sokarno tidak ada yang menjadi pegawai KAI. Namun mereka kekeh tidak bersedia meninggalkan rumah. Bahkan menggugat KAI sampai tiga kali dengan alasan PMH.

“Alasan menggugat ya perbuatan melanggar hukum. Seolah-olah PT KAI melakukan intimidasi, padahal tidak, KAI hanya ingin asetnya kembali, dan ini wajar karena mereka tidak mempunyai hak atas aset tersebut dan penggugat tidak menyewa aset tersebut kepada PT. KAI. Beberapa kali KAI mengajukan surat ke penghuni untuk dikosongkan, tapi malah surat itu jadi alat bagi penghuni untuk menggugat,” ucapnya.xco