Surabaya, areknews – Aksi mengejutkan berlangsung di saat demo atas Rancangan Undang – Undang Penyiaran yang terjadi di depan gedung DPRD Kota Surabaya, salah satu jurnalis melemparkan kameranya ke tanah dengan keras. Tindakan ini merupakan symbol kekecewaan mendalam yang di rasakannya terdapat adanya pasal dalam rancangan undang – undang tersebut yang di nilai membungkam kebebasan pers.
Pasalnya di dalam RUU tersebut terdapat beberapa pasal yang mengandung pembatasan akses wartawan. Seperti yang di katakan oleh S. Wanto, pelaku pelemparan kamera mengatakan bahwa apa yang ia lakukan merupakan cerminan dari rasa kekecewaan yang mendalam, tidak hanya dirinya seorang tetapi banyak jurnalis yang terjun di lapangan merasakan hal yang sama.
“Investigasi itu sangat penting bagi kami, karena tugas kami adalah menyajikan berita ke public dengan data yang ada. Jika tidak boleh mengambil gambar dan investigasi secara langsung, lalu apa tugas kami sebagai Jurnalis,” ujar S. Wanto.
Dalam unjuk rasa itu, Jurnalis juga secara tegas meminta DPR untuk menunda pengesahan RUU tersebut, mereka memohon untuk pengadaan pembahasan ulang terkait Undang Undang ini. Aksi simbolik itu tentunya menarik perhatian narrator selaku Mahasiswa Sastra Inggris di Universitas Islam Negeri Surabaya. Bagi saya, aksi ini bukan hanya sekedar protes biasa, ini merupakan sebuah simbol atas apa yang telah terjadi.
Dalam Literature Inggris, objek fisik sering kali di gunakan untuk mewakili ide atau nilai yang abstrak. Kamera dalam konteks ini adalah simbol dari alat kebenaran (untuk merekam realitas dan membuktikan fakta), identitas profesi sebagai jurnalis, dan merupakan perwakilan dari suara jurnalis. Ketika seorang wartawan melempar kameranya disaat demo berlangsung, ia sedang menyampaikan bahwa kebebasannya itu sedang di pasung, dan tindakan tersebut menjadi simbol kehilangan hak untuk menyampaikan dan merekam kenyataan.
Kamera yang dihancurkannya bukanlah anda menyerah, tetapi sebagai tanda bahwa Pers tidak akan diam menghadapi represi. Ini adalah bentuk “simbolik” yang tidak memerlukan kata- kata seperti simbol dalam puisi, tapi tindakan yang mengandung makna yang besar. Penulis : Alifa Ramadhan, prodi Sastra Inggris Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya