Surabaya, areknews – Kejaksaan Negeri Tanjung Perak melakukan penyelidikan dugaan penyimpangan dana hibah dalam bentuk Jaringan Asprirasi Masyarakat (Jasmas) Tahun 2016, untuk pengadaan terop, kursi, meja dan sound system.
“Iya, kami sedang lakukan penyelidikan,” ujar Kasi Intelijen Kejari Tanjung Perak, Lingga Nuarie saat dikonfirmasi diruang kerjanya, Selasa (30/1).
Untuk menggali keterangan dugaan korupsi dana Jasmas 2016 ini, Seksi Intelijen Kejari Tanjung Perak telah melakukan pemeriksaan terhadap belasan orang. Mereka yang diperiksa adalah penerima hibah, yakni RT dan RW yang tersebar di Surabaya.
“Sudah ada sekitar 10 sampai 15 orang yang kami periksa,” sambung Lingga.
Saat ditanya sampai dimana proses penyelidikannya, Lingga mengaku saat ini proses lidik dalam bentuk telaah atas penyimpangan dana Jasmas ini telah sampai pada kesimpulan.
“Sekarang proses penanganannya sudah kami limpahkan dari seksi intelijen ke seksi Pidana Khusus (Pidsus),” terangnya.
Sebelumnya, pada Agustus 2017 lalu, Kejari Surabaya juga melakukan penyelidikan kasus dana Jasmas 2016 ini. Saat itu, Kajari Surabaya yang di jabat Didik Farkhan Alisyahdi mengendus adanya keterlibatan sejumlah anggota DPRD Surabaya pada proses pengajuannya (rekom).
Dari data yang ditunjukkan kepada pada para jurnalis baik dari kalangan kejaksaan maupun Pemerintah Kota Surabaya muara adanya proyek yang di danai dari jasmas tersebut bermula dari seorang pengusaha berinisial ‘ST’ yang merupakan teman kuliah dari oknum Anggota DPRD Kota Surabaya bernisial ‘D’.
Melalui tangan ‘D’ inilah para oknum legislator lainnya akhirnya mengikuti jejaknya dan pasrah bongkokan kepada ‘D’ mempromosikan program pengadaan terop, kursi, meja dan sound system tersebut ke para kepala RT dan RW di Surabaya.
Untuk menjalankan program itu, para legislator yang berkantor di jalan Yos Sudarso Surabaya tersebut menggunakan tangan konstituennya untuk meloby para RT maupun RW agar mau ikut dalam proyek jasmas tersebut.
Namun untuk menjalankan aksi tersebut pengusaha ‘ST’ tidak berjalan sendirian, ia di bantu tiga rekannya.
Pada akhirnya pengusaha ‘ST’ dan Oknum Legislator ‘D’ telah menyusun rencana untuk bisa mengolah agar proyek yang didanai dari APBD Surabaya itu bisa dimainkan.
Ternyata, sejak pengajuan proposal hingga pembuatan laporan pertanggung jawaban (LPJ) sudah dikonsepkan oleh ‘ST’ bersama tiga rekannya. Para ketua RT dan RW hanya tahu beres dan menerima fee sebesar 1 hingga 1,6 persen dari ‘ST’.
Sebelum dugaan penyimpangan ini dilaporkan masyarakat ke Kejari Surabaya, ternyata kasus ini juga pernah diperiksa oleh Inspektorat Pemkot Surabaya. Dan hasilnya cukup mengejutkan.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan, Inspektorat dengan jelas menyebut adanya perbuatan pidana pada pengadaan terop, kursi, meja dan sound system yang dicairkan dari dana hibah Jasmas Pemkot Surabaya periode tahun 2016.xco